Aksi damai mahasiswa unhas menolak kenaikan BBM yang
tidak ditayangkan oleh banyak media karena berlangsung damai (tidak anarkis)
Demonstrasi pada pekan ini marak
terjadi dalam rangka menolak kenaikan BBM atau yang disebut pemerintah sebagai
penyesuaian harga BBM. Demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa maupun bukan
mahasiswa dalam rangka memperjuangkan aspirasinya untuk menolak kenaikan harga
BBM. Demonstrasi yang dilakukan baik dengan cara yang damai maupun dengan
kekerasan.
Demonstrasi merupakan suatu cara
untuk menyuarakan aspirasi yang dijamin dalam UU sebagai kebebasan berpendapat.
Demonstrasi juga dapat dikatakan sebagai salah satu proses menjalankan fungsi
mahasiswa yaitu agent of social control. Sudah menjadi budaya yang tidak asing
lagi dikalangan mahasiswa bahwa lembaga terutama eksekutif kemahasiswaan
dituntut secara moril untuk melakukan demonstrasi.
Demonstrasi bukan merupakan
sesuatu yang tabu lagi di Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi, semangat
membara para mahasiswa yang diikuti dengan kebebasan berpendapat menjadi pilar
maraknya demonstrasi di Indonesia. Demonstrasi mampu menjadi upaya intervensi
dalam pengambilan kebijakan pemerintah di era reformasi ini. Para demonstran
inilah yang kemudian dikenal sebagai ekstraparlemen.
Sebenarnya telah diketahui bahwa
sudah ada orang-orang yang dipilih rakyat sebagai wakil untuk menyarakan
aspirasinya kepada pemerintah. Inilah yang kemudian dikenal sebagai parlemen.
Semua kebijakan pemerintah harus melalui persetujuan DPR terlebih dahulu untuk
dapat ditetapkan. Lantas mengapa harus ada parlemen jalanan sementara ada parlemen
yang merupakan wakil-wakil rakyat untuk bersuara?
Inilah bukti yang menunjukkan
bahwa masyarakat sudah kurang percaya dengan anggota dewan yang bekerja di
senayan. Padahal rakyat jualah yang memilih mereka untuk mewakili aspirasinya
di pemerintahan. Rakyat mulai bosan dengan anggota DPR yang tidak lagi mampu
memperjuangkan aspirasi rakyat dan hanya mampu meberi contoh tidak baik kepada
masyarakat seperti tidur saat sidang, tidak menghadiri sidang dan bahkan melakukan korupsi.
Jika ditelusuri lebih lanjut, maka
dasar dari permasalahan ini adalah wakil rakyat tidak secara penuh berpihak
pada rakyat dan lebih mendahulukan kepentingan partai. Ini menyebabkan
kurangnya check and balances dalam pemerintahan. Ini dapat dilihat dari adanya
upaya koalisi yang dilakukan untuk mendapatkan jatah kekuasaan dan menunjukkan
eksistensi partai politik di pemerintahan. Kemudian di satu sisi pihak koalisi
cenderung untuk selalu menaati pemerintah, di sisi lain ada pihak oposisi yang
memiliki kecenderungan untuk menjatuhkan pemerintah. Ini merupakan fenomena
politik yang patut dicermati karena berkaitan dengan nasib bangsa.
Jika kita lihat peta pengambilan
keputusan dalam hal penentuan kebijakan kenaikan BBM maka disitu dilihat bahwa
para anggota DPR terkotak-kotak berdasarkan fraksi. Dan celakanya lagi, pihak
koalisi lebih banyak dibanding oposisi sehingga hasiilnya hampir sudah dapat
ditebak. Tuntutan dari partai yang membuat mereka mau tidak mau harus satu
suara untuk menolak ataupun menerima kebijakan tersebut. Hal itulah yang kemudian menyebabkan
masyarakat tidak terwakili dengan adanya anggota DPR tersebut sehingga
muncullah istilah parlemen jalanan sebagai bentuk ketidakpuasan dari para
anggota parlemen. Ini yang harus dipikirkan oleh para akademisi di bidang
politik Indonesia tentang bagaimana sistem politik yang cocok diberlakukan di
Indonesia, walaupun fenomena ini juga terjadi di negara-negara maju sekalipun.
Lalu yang menjadi pertanyaan kita
bersama adalah, mengapa harus ada demonstrasi anarkis? Saya rasa setidaknya ada
tiga hal yang dapat menjadi jawaban pertanyaan tersebut. Yang pertama bahwa
mungkin Mahasiswa Indonesia yang kebanyakan memang suka berbuat anarkis.
Statemen ini bisa saja benar, karena jika kita lihat proses pendidikan di
perguruan tinggi yang masih banyak doktrin-doktrin sesat, terutama dari senior
pada saat masa orientasi mahasiswa. Budaya-budaya dan doktrin-doktrin anarkisme
yang berkembang di lingkungan akademik memang sudah menjadi masalah klasik yang
sampai sekarang masih butuh pemecahan.
Yang kedua adalah peran media
massa dalam menyampaikan berita tentang aspirasi yang dikemukakan oleh
mahasiswa yang tidak berimbang. Jika demonstrasi mahasiswa dilakukan secara
damai, maka sudah dapat dipastikan tidak akan ada berita tentang demonstrasi
tersebut. Lain halnya jika demonstrasi dilakukan dengan cara-cara anarkis,
memacetkan jalan, merusak fasilitas umum, dan mengganggu ketertiban umum. Jika
hal tersebut terjadi maka dapat dipastikan demonstrasi tersebut akan
diberitakan disertai dengan aspirasi apa yang ingin disampaikan dari demo
tersebut, meskipun demo tersebut dilakukan di tempat yang tidak pernah
tersentuh liputan media sekalipun.
Hal ketiga adalah jika tidak
melakukan kakacauan dan keributan, maka pemerintah tidak akan ambil pusing
menanggapi aspirasi tersebut. Bayangkan jika demo hanya dilakukan dengan
berteriak dijalan, maka teriakan itu hanya akan menjadi angin sepoi-sepoi yang
akan mentul ketika sampai di telinga pemerintah. Namun jika terjadi kekacauan,
maka sudah pasti pemerintah terpaksa akan pusing memikirkan solusi agar
kekacauan tidak terjadi. Oleh karenanya pemerintah menyambut aspirasi tersebut
karena terpaksa agar situasi negara tetap aman dan stabil. Ini pula yang
kemudian menyebabkan demo anarkis lebih efektif untuk mengintervensi keputusan
dibandingkan berharap pada parlemen atau melakukan demonstrasi damai
Oleh karena itu, diperlukan solusi
terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Para pakar
politik dan tata negara kini harus mulai berpikir bagaimana agar aspirasi
masyarakat dapat tersalurkan melalui suatu wadah tanpa harus ada lagi
ekstraparlemen. Ini dianggap perlu karena terjadi fenomena ketidakpercayaan
rakyat kepada wakilnya sendiri. Selain itu dibutuhkan suatu pemerintah yang
senantiasa memikirkan kepentingan rakyat dan mampu melakukan upaya-upaya dalam
rangka menampung aspirasi rakyat dan dapat saling bertukar pendapat agar dapat
terwujud negara demokrasi yang tidak kebablasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar