Senin, 02 April 2012

OPINI: DEMONSTRASI MARAK, WUJUD KETIDAKPERCAYAAN PADA WAKIL RAKYAT



Aksi damai  mahasiswa unhas menolak kenaikan BBM yang tidak ditayangkan oleh banyak media karena berlangsung damai (tidak anarkis)

Demonstrasi pada pekan ini marak terjadi dalam rangka menolak kenaikan BBM atau yang disebut pemerintah sebagai penyesuaian harga BBM. Demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa maupun bukan mahasiswa dalam rangka memperjuangkan aspirasinya untuk menolak kenaikan harga BBM. Demonstrasi yang dilakukan baik dengan cara yang damai maupun dengan kekerasan.
Demonstrasi merupakan suatu cara untuk menyuarakan aspirasi yang dijamin dalam UU sebagai kebebasan berpendapat. Demonstrasi juga dapat dikatakan sebagai salah satu proses menjalankan fungsi mahasiswa yaitu agent of social control. Sudah menjadi budaya yang tidak asing lagi dikalangan mahasiswa bahwa lembaga terutama eksekutif kemahasiswaan dituntut secara moril untuk melakukan demonstrasi.
Demonstrasi bukan merupakan sesuatu yang tabu lagi di Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi, semangat membara para mahasiswa yang diikuti dengan kebebasan berpendapat menjadi pilar maraknya demonstrasi di Indonesia. Demonstrasi mampu menjadi upaya intervensi dalam pengambilan kebijakan pemerintah di era reformasi ini. Para demonstran inilah yang kemudian dikenal sebagai ekstraparlemen.
Sebenarnya telah diketahui bahwa sudah ada orang-orang yang dipilih rakyat sebagai wakil untuk menyarakan aspirasinya kepada pemerintah. Inilah yang kemudian dikenal sebagai parlemen. Semua kebijakan pemerintah harus melalui persetujuan DPR terlebih dahulu untuk dapat ditetapkan. Lantas mengapa harus ada parlemen jalanan sementara ada parlemen yang merupakan wakil-wakil rakyat untuk bersuara?
Inilah bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat sudah kurang percaya dengan anggota dewan yang bekerja di senayan. Padahal rakyat jualah yang memilih mereka untuk mewakili aspirasinya di pemerintahan. Rakyat mulai bosan dengan anggota DPR yang tidak lagi mampu memperjuangkan aspirasi rakyat dan hanya mampu meberi contoh tidak baik kepada masyarakat seperti tidur saat sidang, tidak menghadiri  sidang dan bahkan melakukan korupsi.
Jika ditelusuri lebih lanjut, maka dasar dari permasalahan ini adalah wakil rakyat tidak secara penuh berpihak pada rakyat dan lebih mendahulukan kepentingan partai. Ini menyebabkan kurangnya check and balances dalam pemerintahan. Ini dapat dilihat dari adanya upaya koalisi yang dilakukan untuk mendapatkan jatah kekuasaan dan menunjukkan eksistensi partai politik di pemerintahan. Kemudian di satu sisi pihak koalisi cenderung untuk selalu menaati pemerintah, di sisi lain ada pihak oposisi yang memiliki kecenderungan untuk menjatuhkan pemerintah. Ini merupakan fenomena politik yang patut dicermati karena berkaitan dengan nasib bangsa.
Jika kita lihat peta pengambilan keputusan dalam hal penentuan kebijakan kenaikan BBM maka disitu dilihat bahwa para anggota DPR terkotak-kotak berdasarkan fraksi. Dan celakanya lagi, pihak koalisi lebih banyak dibanding oposisi sehingga hasiilnya hampir sudah dapat ditebak. Tuntutan dari partai yang membuat mereka mau tidak mau harus satu suara untuk menolak ataupun menerima kebijakan tersebut.  Hal itulah yang kemudian menyebabkan masyarakat tidak terwakili dengan adanya anggota DPR tersebut sehingga muncullah istilah parlemen jalanan sebagai bentuk ketidakpuasan dari para anggota parlemen. Ini yang harus dipikirkan oleh para akademisi di bidang politik Indonesia tentang bagaimana sistem politik yang cocok diberlakukan di Indonesia, walaupun fenomena ini juga terjadi di negara-negara maju sekalipun.
Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa harus ada demonstrasi anarkis? Saya rasa setidaknya ada tiga hal yang dapat menjadi jawaban pertanyaan tersebut. Yang pertama bahwa mungkin Mahasiswa Indonesia yang kebanyakan memang suka berbuat anarkis. Statemen ini bisa saja benar, karena jika kita lihat proses pendidikan di perguruan tinggi yang masih banyak doktrin-doktrin sesat, terutama dari senior pada saat masa orientasi mahasiswa. Budaya-budaya dan doktrin-doktrin anarkisme yang berkembang di lingkungan akademik memang sudah menjadi masalah klasik yang sampai sekarang masih butuh pemecahan.
Yang kedua adalah peran media massa dalam menyampaikan berita tentang aspirasi yang dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak berimbang. Jika demonstrasi mahasiswa dilakukan secara damai, maka sudah dapat dipastikan tidak akan ada berita tentang demonstrasi tersebut. Lain halnya jika demonstrasi dilakukan dengan cara-cara anarkis, memacetkan jalan, merusak fasilitas umum, dan mengganggu ketertiban umum. Jika hal tersebut terjadi maka dapat dipastikan demonstrasi tersebut akan diberitakan disertai dengan aspirasi apa yang ingin disampaikan dari demo tersebut, meskipun demo tersebut dilakukan di tempat yang tidak pernah tersentuh liputan media sekalipun.
Hal ketiga adalah jika tidak melakukan kakacauan dan keributan, maka pemerintah tidak akan ambil pusing menanggapi aspirasi tersebut. Bayangkan jika demo hanya dilakukan dengan berteriak dijalan, maka teriakan itu hanya akan menjadi angin sepoi-sepoi yang akan mentul ketika sampai di telinga pemerintah. Namun jika terjadi kekacauan, maka sudah pasti pemerintah terpaksa akan pusing memikirkan solusi agar kekacauan tidak terjadi. Oleh karenanya pemerintah menyambut aspirasi tersebut karena terpaksa agar situasi negara tetap aman dan stabil. Ini pula yang kemudian menyebabkan demo anarkis lebih efektif untuk mengintervensi keputusan dibandingkan berharap pada parlemen atau melakukan demonstrasi damai
Oleh karena itu, diperlukan solusi terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Para pakar politik dan tata negara kini harus mulai berpikir bagaimana agar aspirasi masyarakat dapat tersalurkan melalui suatu wadah tanpa harus ada lagi ekstraparlemen. Ini dianggap perlu karena terjadi fenomena ketidakpercayaan rakyat kepada wakilnya sendiri. Selain itu dibutuhkan suatu pemerintah yang senantiasa memikirkan kepentingan rakyat dan mampu melakukan upaya-upaya dalam rangka menampung aspirasi rakyat dan dapat saling bertukar pendapat agar dapat terwujud negara demokrasi yang tidak kebablasan.

Tidak ada komentar: