Oleh: Hidayat Pratama Putra
Indonesia merupakan negara dengan Sumber
daya alam, kebudayaan, keberagaman, sumber daya manusia dan kekayaan lain yang sangat
luar biasa. Namun hingga saat ini, dengan kekayaan yang dimiliki, Indonesia
hanya mampu menjadi negara berkembang. Salah satu faktor utama dari kurang
optimalnya potensi tersebut adalah sumber daya manusia yang kurang berkualitas.
Jika dibandingkan Jepang dan Korea Selatan, Indonesia memiliki kekayaan alam
yang jauh lebih baik. Namun peningkatan kualitas SDM membuat negara-negara
tersebut lebih maju dari Indonesia. Keunggulan SDM dapat dilihat dari budaya
literasi yang ada di negara tersebut.
Indonesia masih memiliki budaya literasi
yang sangat rendah. Hanya satu dari 10.000 orang Indonesia yang suka membaca.[1] Artinya
hanya 0,01% penduduk Indonesia atau sekitar 2,4 juta dari 237.556.363
orang Indonesia[2] yang suka membaca. Bandingkan dengan orang Jepang yang biasa terlihat
di film-film senantiasa membaca dimanapun dan kapanpun. Di
sisi lain, produksi buku Indonesia setara dengan produksi buku Malaysia dan
Vietnam, tetapi jika dilihat dari jumlah penduduk tentunya produksi buku
Indonesia dianggap masih sangat rendah. Sedangkan di Jepang, jumlah toko buku
hampir sama dengan jumlah toko buku di negara sebesar Amerika[3].
Padahal budaya literasi menjadi ukuran
kemajuan suatu peradaban. Pada masa kejayaan Islam, peradaban Islam menjadi
peradaban garda depan yang ditopang oleh buku[4]. Misalnya
di Andalusia saja terdapat 20 perpustakaan umum. Yang terkenal di antaranya
adalah Perpustakaan Umum Cordova, yang saat itu memiliki tidak kurang dari 400
ribu judul buku.[5]
Contoh lainnya yaitu Amerika yang telah lebih dahulu sampai ke Bulan karena
senantiasa meningkatkan budaya literasi. Saat ini juga Jepang menjadi negara
sejajar dengan negara maju lain setelah melakukan restorasi Meiji yang
membuatnya maju di bidang teknologi.
Di luar dari itu semua Indonesia sendiri
telah menunjukkan potensinya dengan banyak menelurkan ilmuan-ilmuan yang
cerdas. Namun mereka cenderung lebih memilih bekerja di luar negeri
dibandingkan di Indonesia. Padahal Indonesia sangat membutuhkan mereka sebagai
tonggak kemajuan bangsa. Namun hal tersebut bukan tidak beralasan, melainkan
karena tidak adanya dukungan dari pemerintah Indonesia.
Melakukan penelitian dan pengembangan di
Indonesia menjadi hal yang sangat sukar. Seperti diungkap salah seorang anggota
i-4[6]
Achmad Adhitya[7]
bahwa ada dua faktor sulitnya mengaplikasikan gagasan di Indonesia. Faktor
pertama adalah sikap pemerintah yang langsung menuntut kesuksesan dalam
pengaplikasian gagasan dan kedua adalah masalah administrasi. Salah seorang
ilmuan Indonesia yang bekerja di luar negeri menyatakan bahwa Pemerintah takut
menyalurkan dana untuk penelitian karena takut gagal.[8]
Sektor litbang (Penelitian dan Pengembangan)
di Indonesia memang masih lemah. Anggaran investasi litbang di Indonesia
periode 2004-2006 sebesar 0,05% dari PDB[9],
lebih rendah dibanding beberapa negara tetangga. Selain itu, anggaran
penelitian dan pengembangan tidak dimasukkan dalam 20% APBN untuk pendidikan.
Dengan demikian penulis menganggap
setidaknya ada dua solusi tepat guna meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
Pertama adalah peningkatan budaya literasi, yang harus dimulai dari diri
pribadi masyarakat dan didorong oleh pemerintah. Kedua Pemerintah harus berani
mendorong penelitian dan pengembangan di Indonesia melalui bantuan mareriil
maupun moril. Kedua solusi tersebut dianggap sebagai solusi jangka panjang
maupun jangka pendek dalam meningkatkan kualitas dan optimalisasi potensi SDM
di Indonesia.
[1]
“Hanya 1 dari 10.000 Warga Indonesia Suka Membaca”, http://www.tempo.co/read/news/2012/01/12/079377034/Hanya-1-dari-10-Ribu-Warga-Indonesia-Suka-Membaca
(diakses 20 Mei 2012)
[2]
Data BPS 2010
[3]
“Membangun Budaya Membaca Sepanjang Hayat”, http://perpustakaan.narotama.ac.id/2012/02/14/membangun-budaya-membaca-sepanjang-hayat
(diakses 20 Mei 2012).
[4]
“Masa Depan Peradaban Islam”, http://ustefan.wordpress.com/2010/04/19/masa-depan-peradaban-islam
(diakses 20 Mei 2012).
[5]
Ibid.
[6]
I-4 adalah ikatan Ilmuan Internasional Indonesia.
[7]
“Achmad Aditya: ‘Kami Bekerja untuk Indonesia’ “,http://paratokohlampung.blogspot.com/2011/11/achmad-adhitya-kami-bekerja-untuk.html
(diakses 20 Mei 2012).
[8]
Disampaikan dalam Acara Kick Andy dengan tema orang-orang Indonesia yang sukses
di luar negeri.
[9]
Laporan World Bank 2009 dalam Syahrul Aminullah, “Mengubah Skenario Anggaran
Iptek Nasional”, www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/9261
(diakses 20 Mei 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar